KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan saham-saham bank besar atau *big banks* menunjukkan dinamika yang beragam sepanjang pekan ini. Pada penutupan perdagangan Jumat (13/6), mayoritas saham emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar jumbo justru mengalami koreksi.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencatatkan penurunan paling signifikan, yakni sebesar 1,72%, hingga mencapai level Rp 4.000 dari posisi sebelumnya Rp 4.070 per saham. Secara akumulatif dalam sepekan, saham BBRI terkoreksi sebesar 2,44%.
Senada dengan BBRI, harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga mengalami penyusutan sebesar 1,10%, turun ke level Rp 9.025 dari Rp 9.125 per saham. Meskipun demikian, jika dilihat dari kinerja selama sepekan terakhir, saham bank swasta terbesar di Indonesia ini masih membukukan kenaikan tipis sebesar 1,12%.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pun tak luput dari tren pelemahan, dengan sahamnya terkoreksi 0,48% ke level Rp 5.150 per saham. Berbeda dengan BBRI dan BBCA, saham BMRI justru menunjukkan tren positif dalam sepekan terakhir, dengan kenaikan sebesar 1,48%.
DTopang Kinerja Apik, Simak Rekomendasi Saham Bank Lapis Dua yang Layak Koleksi
Di sisi lain, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) tampak stabil dan bergeming di harga Rp 4.540 sejak awal perdagangan. Bahkan, dalam periode satu minggu ini, saham BBNI mencatatkan kenaikan tertinggi dibandingkan dengan saham *big banks* lainnya, yakni sebesar 2,71%.
Menurut Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, pergerakan saham-saham *big banks* yang cenderung lesu dalam sepekan terakhir ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang masih belum menunjukkan pemulihan signifikan. Hal ini berdampak pada pertumbuhan kredit industri perbankan yang melambat.
Data uang beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pada April 2024, kredit industri perbankan hanya tumbuh 8,5% secara tahunan (*year on year/YoY*), mencapai Rp 7.886,5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mencapai 8,7% YoY.
“Belum ada sentimen positif yang kuat untuk mendorong perekonomian, sehingga investor cenderung mengambil posisi *wait and see* sebelum melakukan akumulasi,” ungkap Indy kepada Kontan, Jumat (13/6).
Selain itu, Indy juga menyoroti adanya arus dana asing yang keluar dari pasar saham. BBRI bahkan mencatatkan *net foreign sell* sebesar Rp 697 miliar dalam sepekan terakhir.
Oleh karena itu, Indy menyarankan agar investor lebih berhati-hati dan mengantisipasi berbagai risiko, termasuk perubahan regulasi pemerintah dan perkembangan kondisi ekonomi terkini.
Meskipun demikian, Indy menilai bahwa secara valuasi, saham-saham *big banks* masih cukup menarik untuk dikoleksi, terutama karena *price to earning ratio* (PER) yang terbilang rendah.
Secara teknikal, Indy merekomendasikan strategi *accumulate buy* untuk saham BMRI dan menyarankan untuk *hold* saham BBRI.
Rasio Dividen yang Tinggi Menjadi Daya Tarik Saham Bank Daerah
Tinggalkan Balasan