s-telecharger.com – , Jakarta – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara tegas mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mencabut seluruh izin pertambangan yang beroperasi di pulau-pulau kecil. Desakan ini muncul setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengumumkan pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat pada 10 Juni 2025, memicu perhatian LHKP terhadap kepatuhan hukum yang lebih luas.
Anggota Kajian Politik Sumber Daya Alam (SDA) LHKP PP Muhammadiyah, Parid Ridwanuddin, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil jelas melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara eksplisit melarang kegiatan tersebut. Oleh karena itu, Parid menegaskan, “Jika pemerintah ingin melakukan penegakan hukum berdasarkan UU tersebut, seluruh izin pertambangan di pulau kecil seharusnya dievaluasi dan dicabut dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Menyambung pernyataan tersebut, Ketua Bidang Kajian Politik SDA LHKP PP Muhammadiyah, Wahyu Perdana, mewanti-wanti agar pencabutan empat IUP nikel oleh Menteri ESDM tidak menjadi celah bagi perusahaan tambang untuk sekadar memenuhi persyaratan administratif lalu mengajukan izin baru. Wahyu menekankan, “Pertambangan di pulau-pulau kecil, jika tidak dihentikan, akan menjadi bom waktu ekologis dan juga sosial ekonomi yang akan meledak kapan saja.” Menurutnya, pulau-pulau kecil di Indonesia sangat rentan, sehingga pertambangan apa pun tidak boleh ada di sana.
Desakan LHKP PP Muhammadiyah ini, menurut Parid, sangat relevan untuk memastikan tidak adanya praktik tebang pilih dalam pencabutan izin pertambangan. Keadilan ekologis harus dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk di pulau-pulau kecil, tanpa terkecuali. Seruan ini juga relevan mengingat data mengejutkan dari Yayasan Auriga Nusantara (2025) yang mencatat adanya izin usaha pertambangan di 214 pulau kecil dengan total luas 390 ribu hektare, yang diberikan kepada 303 perusahaan tambang.
Jika pemerintah hanya berhenti pada pencabutan empat izin usaha pertambangan di Raja Ampat namun membiarkan izin lainnya di pulau-pulau kecil Indonesia, Wahyu menegaskan bahwa hal tersebut akan melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Lebih jauh, pertambangan di pulau-pulau kecil berpotensi menyebabkan bencana ekologis yang sangat serius, memaksa masyarakat lokal menjadi pengungsi. Perempuan adat dan pesisir, serta anak-anak, dipastikan akan kehilangan ruang hidup, ruang sosial, dan peran ekologis yang sangat vital.
Kondisi ini, secara khusus, bertentangan dengan semangat dan prinsip-prinsip Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) terkait keadilan ekologis bagi perempuan adat dan pesisir, serta hak hidup yang layak dan sehat dalam lingkungan yang tidak rusak. “Jika ini terjadi, ini merupakan kejahatan serius,” pungkas Wahyu Perdana, menggarisbawahi urgensi penindakan komprehensif terhadap seluruh izin pertambangan di pulau kecil.
Pilihan Editor: Jatam: 35 Pulau Kecil Dikaveling untuk Pertambangan