Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dihadapkan pada tantangan signifikan seiring dengan terjadinya penurunan penyaluran kredit. Situasi ini tidak hanya terlihat dari sisi volume, melainkan juga dari kualitas pinjaman yang kian tertekan.
Indikasi paling nyata dari tekanan ini adalah melonjaknya rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) UMKM. Data per Mei 2025 menunjukkan angka NPL UMKM mencapai 4,49 persen, meningkat dari 4,36 persen pada April 2025. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung, Bimo Epyanto, kenaikan ini merupakan dampak langsung dari kondisi ekonomi yang kurang kondusif belakangan ini. Ia menegaskan pentingnya pengawasan berkelanjutan, karena jika dibiarkan berlarut-larut, tren ini berpotensi mengikis daya tahan ekonomi nasional.
Meskipun demikian, secercah harapan masih terpancar dari kalangan perbankan terkait prospek penyaluran kredit ke depan. Bank-bank di Lampung dilaporkan masih menunjukkan komitmen kuat dalam memperluas jangkauan pembiayaan, khususnya menyasar sektor-sektor strategis yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Optimisme ini, lanjut Bimo, didorong oleh kinerja positif dari sektor pertanian dan komoditas unggulan Lampung, seperti kopi, kakao, dan padi. Sektor-sektor ini, yang secara historis menjadi penopang utama ekonomi Lampung, diproyeksikan akan terus menunjukkan pertumbuhan positif, didukung oleh harga komoditas yang “cukup bagus” dan diperkirakan akan stabil hingga akhir tahun ini.
Namun demikian, Bimo juga mengakui adanya kendala nyata, khususnya dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Beberapa hambatan administratif yang dihadapi debitur dalam memenuhi persyaratan KUR disinyalir menjadi biang keladi terhambatnya ekspansi kredit ini. “Pihak bank menyampaikan bahwa mereka kesulitan menyalurkan KUR karena terbentur oleh regulasi. Saya tidak bermaksud menyalahkan siapa pun, tapi ini perlu jadi perhatian bersama,” paparnya.
Padahal, target penyaluran KUR bagi perbankan cukup ambisius, mencapai sekitar 22 persen dari total kredit komersial. Kendala administratif ini diperparah oleh ketidakpastian ekonomi yang melanda saat ini, yang pada gilirannya membatasi ruang gerak ekspansi kredit UMKM.
Di samping itu, seiring dengan peningkatan risiko NPL, perbankan juga kian mengintensifkan prinsip kehati-hatian dalam proses seleksi debitur, memastikan penyaluran kredit dilakukan secara lebih selektif.
Dampak kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan ini turut dirasakan langsung oleh pelaku UMKM. Linda Soedibyo, pemilik UMKM fashion Jan Ayu, menuturkan bahwa penjualan produknya terdampak signifikan, terutama akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. “Pas mulai efisiensi agak terasa. Seragam juga standarnya turun. Harganya juga turun,” jelas Linda, mengingat mayoritas pesanan busananya berasal dari institusi.
Tinggalkan Balasan