Juliana Marins: Autopsi Ungkap Luka Fatal di Punggung & Pendarahan Hebat

Juliana Marins: Autopsi Ungkap Luka Fatal di Punggung & Pendarahan Hebat

Tim Dokter Forensik RSUD Bali Mandara akhirnya mengungkap penyebab kematian Juliana Marins, warga negara Brasil yang meninggal dunia saat mendaki Gunung Rinjani pada Minggu (21/6). Hasil otopsi secara jelas menunjukkan bahwa kematian Juliana Marins disebabkan oleh pendarahan hebat pada organ dalam akibat benturan benda tumpul.

Dr. Ide Bagus Alit, seorang Dokter Spesialis Forensik dari RSUD Bali Mandara, menjelaskan bahwa dari pemeriksaan mendalam yang dilakukan, terungkap adanya kekerasan tumpul yang berujung pada kerusakan fatal di tubuh korban. “Penyebab kematian karena kekerasan tumpul yang menyebabkan kerusakan,” tegasnya di Denpasar, Bali, pada Jumat (27/6), seperti dikutip dari Antara.

Lebih lanjut, tim dokter juga menemukan sejumlah luka lecet pada tubuh Juliana. Selain itu, korban mengalami beberapa patah tulang yang serius, terutama pada bagian punggung atau tulang belakang, area dada, dan paha. Luka paling parah diketahui berada di bagian punggung, sementara pendarahan paling banyak ditemukan di rongga dada dan perut korban, mengindikasikan trauma internal yang parah.

Pendarahan luas dan kerusakan organ dalam ini merupakan konsekuensi langsung dari patah tulang yang dialami Juliana. “Dari patah tulang ini terjadi kerusakan organ dalam dan pendarahan,” tambah Dr. Alit, menjelaskan korelasi antara cedera eksternal dan dampak internal yang fatal. Berdasarkan tingkat keparahan luka, diperkirakan korban hanya mampu bertahan hidup sekitar 20 menit setelah terjatuh ke jurang.

Dr. Alit kembali menegaskan, “Bukti-bukti menunjukkan bahwa kematian itu terjadi karena pendarahan yang begitu luas, kemudian patah tulang dan luka-luka multiple. Termasuk juga organ-organ dalam yang ada di dada dan perut.” Pernyataan ini memperkuat kesimpulan tim forensik mengenai penyebab kematian yang jelas dan spesifik.

Mengenai dugaan awal bahwa korban meninggal karena hipotermia, tim dokter tidak dapat memastikan hal tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi jenazah sudah berada di dalam lemari pendingin sebelum proses otopsi dilakukan, sehingga menyulitkan evaluasi terhadap indikator hipotermia yang mungkin ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *