IUP Raja Ampat: Bahlil Ungkap Fakta Mengejutkan, Terbit Era Sebelum Jokowi!

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dengan tegas membantah keterlibatan rezim Presiden Joko Widodo dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Bahlil menjelaskan bahwa empat IUP perusahaan serta satu perusahaan dengan Kontrak Karya yang beroperasi di wilayah tersebut diterbitkan jauh sebelum era kepemimpinan Presiden Jokowi.

“Empat IUP yang telah kami cabut itu terbit pada 2004-2006, saat undang-undang izinnya masih merupakan kewenangan pemerintah daerah,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025.

Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa PT Gag Nikel, salah satu perusahaan yang beroperasi di sana, telah menandatangani Kontrak Karya sejak tahun 1998, yang berarti izinnya berasal dari era Orde Baru. “Jadi, tidak ada sama sekali keterkaitan dengan (pemerintahan) Jokowi,” ucap Bahlil, menghilangkan spekulasi publik.

Pada hari yang sama, pemerintah secara resmi mencabut empat dari lima IUP di Raja Ampat. Perusahaan yang izinnya dicabut meliputi PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Sementara itu, PT Gag Nikel tetap diizinkan untuk melanjutkan operasinya.

Keputusan untuk tetap mengizinkan PT Gag Nikel beroperasi didasarkan pada temuan bahwa perusahaan tersebut telah menerapkan tata kelola limbah yang baik dan sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). “Tadi kalian sudah lihat foto-fotonya itu. Alhamdulillah sesuai dengan Amdal. Sehingga, karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul. Arahan Bapak Presiden, kita harus awasi betul lingkungannya. Sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan,” jelas Bahlil.

Pencabutan empat IUP ini merupakan tindak lanjut dari rapat terbatas yang digelar Presiden Prabowo Subianto bersama para menteri di rumah pribadinya di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Senin, 9 Juni 2025. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, dengan fokus utama membahas isu tambang nikel di Raja Ampat.

Sebelumnya, Bahlil telah mengklarifikasi bahwa lokasi pertambangan PT Gag Nikel di Raja Ampat tidak berada dalam wilayah konservasi. Ia menjelaskan bahwa area tambang terletak di Pulau Gag, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, yang merupakan destinasi wisata utama. “Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” kata Bahlil dalam keterangan tertulis pada Jumat, 6 Juni 2025.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil sebagai respons terhadap penolakan masyarakat yang muncul terhadap kegiatan tambang di wilayah tersebut. Sebagai langkah proaktif, operasi PT Gag Nikel sempat dihentikan sementara sejak Kamis, 5 Juni 2025, sambil menunggu hasil verifikasi langsung di lapangan. “Untuk sementara kami hentikan sampai kami cek langsung kondisi di lapangan,” ujar Bahlil kala itu.

Bahlil juga mengungkapkan bahwa ada lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di Raja Ampat, di mana dua perusahaan mengantongi izin dari pemerintah pusat dan tiga lainnya dari pemerintah daerah. Berikut adalah rincian masing-masing perusahaan dan status perizinannya:

PT Gag Nikel memiliki izin operasi produksi sejak 2017, berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047. Sebagai pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII, wilayah operasinya mencakup 13.136 hektare di Pulau Gag. Perusahaan ini telah memiliki dokumen Amdal pada 2014, diikuti adendum Amdal pada 2022, serta Adendum Amdal Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Meskipun demikian, PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

PT Anugerah Surya Pratama (ASP) memiliki IUP Operasi Produksi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat, yaitu melalui SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013, berlaku mulai 7 Januari 2024 hingga 7 Januari 2034. Perusahaan ini memiliki wilayah operasi seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen Amdal dan UKL-UPL sejak tahun 2006, keduanya dari Bupati Raja Ampat.

Kemudian, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) mengantongi IUP dari SK Bupati Nomor 153.A Tahun 2013, yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033, mencakup wilayah 2.193 hektare di Pulau Batang Pele. Menurut catatan Kementerian ESDM, kegiatan perusahaan ini masih dalam tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

Keempat, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP yang diterbitkan oleh SK Bupati Nomor 290 Tahun 2013, berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 hektare. Terkait penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, tetapi saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.

Terakhir, PT Nurham memegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 8/1/IUP/PMDN/2025, dengan izin berlaku hingga tahun 2033 dan wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo. PT Nurham telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak 2013, namun hingga kini perusahaan tersebut belum berproduksi.

Hendrik Yaputra, Nandito Putra dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini