s-telecharger.com – , Jakarta – Langkah pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat mendapat apresiasi dari Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi. Namun, Zenzi mendesak pemerintah untuk tidak berhenti di situ dan segera mencabut pula IUP yang dimiliki oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat.
Pilihan Editor:Cara Erick Thohir Memoles Citra: Mengerahkan Ranger Media Sosial
Menurut Zenzi, operasi perusahaan anak usaha PT Antam Tbk tersebut memiliki potensi daya rusak yang amat besar terhadap lingkungan. “Harus dihentikan juga. Jangan sampai karena perusahaan negara tidak dihentikan. Daya rusaknya sama saja dengan swasta,” tegasnya saat dihubungi pada Selasa, 10 Juni 2025.
Zenzi menjelaskan, aktivitas penambangan semacam itu akan menghancurkan ekosistem vital seperti terumbu karang dan rumput laut. Lebih jauh lagi, ia mengingatkan pada insiden serupa di Halmahera di mana aktivitas tambang menyebabkan laut mati. Pemerintah, sambungnya, seharusnya mematuhi Undang-Undang Lingkungan Hidup sebelum memberikan izin kepada perusahaan, dengan mempertimbangkan secara cermat dampak kerusakan lingkungan dan mata pencaharian masyarakat. “Bukan hanya melihat potensi pendapatan dari komoditi itu,” ujarnya.
Selain itu, Zenzi menyoroti bahwa kegiatan menambang di wilayah pesisir dan pulau kecil jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K). Menurutnya, pertambangan tidak layak dilakukan di pulau kecil karena upaya pemulihan lingkungannya nyaris tidak mungkin dan biaya pemulihan akan jauh lebih besar dari pendapatan tambang itu sendiri. Larangan ini, tegas Zenzi, berlaku mutlak bagi perusahaan negara maupun swasta. Ia juga menambahkan bahwa kelalaian pemerintah untuk mencabut izin PT Gag Nikel akan membuka celah hukum bagi perusahaan swasta lain untuk melakukan gugatan serupa.
Sentimen serupa disuarakan oleh Direktur WALHI Papua, Maikel Primus Peuki. Maikel mendesak Prabowo (kemungkinan maksudnya pemerintah yang baru dilantik) untuk mencabut IUP PT Gag Nikel. Alasannya, kegiatan penambangan tersebut sangat berpotensi merusak lingkungan hidup dan melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. “UU itu mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, termasuk konservasi, pemanfaatan, dan perlindungan sumber daya hayati dan nonhayati di wilayah tersebut,” jelas Maikel saat dihubungi pada Selasa, 10 Juni 2025.
Maikel bahkan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa bila aktivitas PT Gag Nikel semakin masif, Pulau Gag terancam tenggelam. Akibatnya, masyarakat pemilik hak ulayat terpaksa mengungsi ke daratan besar, kehilangan identitas, kampung halaman, budaya lokal, dan kelayakan alam bagi anak cucu generasi selanjutnya.
Meski menuai kritik tajam dari publik, pemerintah tetap mengizinkan tambang PT Gag Nikel beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah memang telah memutuskan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Namun, Bahlil mengungkapkan bahwa PT Gag tetap diizinkan beroperasi karena berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, perusahaan tersebut dinilai mematuhi aturan lingkungan hidup dan tata kelola limbah yang baik sesuai dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). “Dan tadi kan sudah lihat foto-fotonya pas meninjau itu. Alhamdulillah sesuai dengan Amdal. Sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul. Arahan Bapak Presiden kita harus awasi betul lingkungannya. Sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam tulisan ini.