Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah berani dengan memutuskan kenaikan gaji hakim secara signifikan, dengan lonjakan tertinggi mencapai 280 persen bagi hakim junior. Kebijakan ini disambut setelah selama delapan belas tahun para hakim tidak pernah merasakan kenaikan gaji, bahkan tiga atau lima persen sekalipun. Keputusan penting ini diumumkan oleh Kepala Negara dalam pidato pengukuhan hakim Mahkamah Agung di Jakarta pada Kamis, 12 Juni 2025.
Menurut Presiden Prabowo, kebijakan peningkatan kesejahteraan hakim ini bukanlah bentuk pemanjaan, melainkan sebuah langkah strategis untuk memperkuat integritas sistem hukum nasional. Beliau menyuarakan kekecewaannya terhadap pejabat publik yang mengkhianati kepercayaan negara melalui tindakan korupsi dan kebohongan. Namun, ia tetap optimistis bahwa dengan sistem yudikatif yang kuat dan independen, Indonesia akan mampu menegakkan hukum secara adil dan menyeluruh.
“Banyak sekali mereka yang diberi tanggung jawab oleh negara, namun menipu negara, mencuri uang rakyat, dan menganggapnya seenaknya. Tapi jangan khawatir, dengan hakim-hakim yang kuat, kita akan tegakkan hukum,” ujar Presiden Prabowo, menegaskan komitmennya untuk menertibkan negara melalui penegakan hukum yang tegas dan sistem peradilan yang bersih. Ia juga menyatakan keyakinannya bahwa Polri, TNI, kejaksaan, dan seluruh aparat penegak hukum akan bersinergi mendukung agenda besar ini demi mewujudkan Indonesia yang berhasil berkat sistem hukum yang baik.
Di tengah kabar gembira mengenai kenaikan gaji yang luar biasa besar ini, sorotan publik juga mengarah pada sejumlah kasus hakim lancung atau curang yang baru-baru ini terungkap. Salah satu yang paling menghebohkan adalah kasus seorang bekas petinggi Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang kedapatan memiliki uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 50 kilogram emas batangan di brankasnya. Zarof menjadi tersangka dalam kasus suap hakim terkait vonis bebas terdakwa pembunuhan Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Tiga hakim yang menangani perkara—Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo—beserta Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono, diduga kongkalikong dengan pengacara Lisa Rachmad untuk membebaskan terdakwa dengan imbalan miliaran rupiah.
Belum lagi tuntas penyidikan kasus di Surabaya, Kejaksaan Agung kembali mengungkap dugaan suap senilai Rp 60 miliar untuk jual beli putusan ontslag di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang korupsi minyak sawit. Kasus ini melibatkan korporasi besar seperti PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group sebagai terdakwa. Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, dua pengacara Ariyanto dan Marcella Santoso, serta panitera PN Jakarta Pusat Wayu Gunawan, bersama majelis hakim Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, disinyalir bersekongkol memberikan putusan lepas kepada tiga korporasi tersebut dengan imbalan fantastis. Sebelumnya, Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan bersama mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Dadan Tri Yudianto juga terjerat kasus suap senilai Rp 11,2 miliar terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Suap tersebut diberikan oleh debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka agar Hasbi Hasan bersama Dadan mengupayakan pengabulan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman oleh hakim agung. Tak ketinggalan, nama mantan Sekretaris MA Nurhadi juga pernah diseret KPK ke pengadilan karena terbukti menerima suap lebih dari Rp 80 miliar, dengan vonis enam tahun penjara, setengah dari tuntutan jaksa.
Meskipun diwarnai oleh berbagai contoh kasus kecurangan hakim yang mengikis kepercayaan publik, kebijakan kenaikan gaji yang fantastis ini disambut positif oleh berbagai pihak. Ketua DPR RI, Puan Maharani, misalnya, menaruh harapan besar agar langkah pemerintah ini dapat menjadi motivasi bagi reformasi sistem kehakiman di Tanah Air secara menyeluruh. “Kenaikan gaji bagi hakim kita harap menjadi motivasi untuk reformasi sistem kehakiman secara menyeluruh. Punishment dan reward penting untuk perbaikan tata kelola promosi,” kata Puan di Jakarta, seperti dikutip Antara. Ia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk penghargaan negara terhadap peran strategis lembaga peradilan dalam menjaga supremasi hukum.
Puan juga memandang kebijakan ini sejalan dengan semangat penguatan sistem hukum nasional, sekaligus sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendorong profesionalisme hakim dalam menegakkan hukum secara adil. “Kenaikan gaji ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang berpihak pada penguatan kelembagaan hukum. Harapannya, dengan kesejahteraan yang lebih layak, hakim dapat menjalankan tugas secara independen,” tuturnya. Kendati demikian, ia tetap mengingatkan bahwa kenaikan gaji tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kinerja demi menjaga dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
Senada dengan pandangan tersebut, Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia Ali Rifan menilai keputusan Presiden Prabowo merupakan langkah progresif untuk memperbaiki fondasi keadilan dari akar rumput. Menurutnya, fokus kebijakan tersebut pada peningkatan kesejahteraan para hakim muda, terutama yang bertugas di daerah, sangatlah strategis. “Presiden Prabowo memahami bahwa wajah keadilan di Indonesia bukan hanya ditentukan oleh gedung-gedung megah di kota besar, melainkan juga oleh integritas dan kesejahteraan para hakim muda di pelosok negeri,” ungkap Ali, sebagaimana dikutip Antara.
Ali Rifan menjelaskan bahwa selama ini beban profesional yang dipikul para hakim muda sangatlah besar, lantaran harus memutus perkara yang bernilai miliaran hingga triliunan rupiah, sementara kondisi hidup mereka jauh dari layak. Ia menyoroti bahwa tidak sedikit hakim yang ditempatkan di lokasi terpencil dengan fasilitas terbatas, namun tetap dituntut untuk menjaga independensi dan integritas. “Dalam konteks itu, kenaikan gaji hingga 280 persen bukan angka fantastis, melainkan bentuk keadilan struktural yang selama ini terabaikan,” tegasnya. Ia meyakini, banyak hakim muda yang bekerja dengan dedikasi tinggi meskipun harus menghadapi tekanan sosial, isolasi geografis, dan keterbatasan sarana. Dengan kenaikan gaji ini, diharapkan integritas peradilan dapat semakin menguat dan kasus korupsi hakim dapat diminimalisir.
Tinggalkan Balasan