s-telecharger.com JAKARTA. Harga emas dunia menunjukkan potensi besar untuk kembali mengalami lonjakan signifikan. Prospek kenaikan ini dipicu oleh memanasnya tensi konflik geopolitik di Timur Tengah, yang secara langsung dapat menjadi angin segar bagi emiten-emiten produsen emas.
Menurut data dari Trading Economics, harga emas dunia tercatat di level US$ 3.395,19 per ons troi pada Selasa (17/6) pukul 18.50 WIB. Sebelumnya, harga komoditas logam mulia ini bahkan sempat menyentuh puncaknya di US$ 3.400 per ons troi pada Jumat (13/6) lalu, bertepatan dengan insiden serangan Israel terhadap Iran. Dalam kurun waktu sepekan terakhir, harga emas telah membukukan kenaikan sebesar 2,04%, sementara performanya sejak awal tahun sudah melonjak impresif 29,39% year to date (ytd).
Harga Emas Masih Bisa Sentuh US$ 3.500 Meski Konflik Iran-Israel Mereda
Ekky Topan, seorang Investment Analyst dari Infovesta Utama, menjelaskan bahwa secara historis, terdapat korelasi positif yang kuat antara pergerakan harga emas dan kinerja saham-saham emiten yang bergerak di sektor ini. Hal ini disebabkan pendapatan para emiten tersebut sangat bergantung pada fluktuasi harga emas di pasar global. “Ketika harga emas global melonjak, ekspektasi pasar terhadap pendapatan dan margin laba emiten juga ikut meningkat, yang pada akhirnya akan mendorong harga saham mereka,” terang Ekky pada Selasa (17/6).
Tinjauan terhadap sejumlah saham emiten emas memang menunjukkan peningkatan yang signifikan di tengah isu konflik geopolitik Timur Tengah yang memicu lonjakan harga komoditas safe haven ini. Misalnya, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berhasil tumbuh 6,44% dalam sepekan terakhir, mencapai level Rp 3.470 per saham pada Selasa (17/6). Begitu pula dengan PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) yang melesat 12,30% ke level Rp 685 per saham dalam periode yang sama. Selain itu, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) juga mencatatkan kenaikan harga saham 6,02% ke level Rp 458 per saham, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) alami peningkatan 5,14% menjadi Rp 2.250 per saham.
Kenaikan harga saham yang paling mencolok dicatat oleh PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), yang melambung 36,93% ke level Rp 545 per saham dalam sepekan. Sementara itu, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) turut membukukan kenaikan harga saham sebesar 1,56%, mencapai Rp 8.125 per saham dalam periode yang sama.
Dari perspektif fundamental, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, berpendapat bahwa tren kenaikan harga emas dunia secara jelas akan mengerek harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) produk-produk emiten emas. Apabila hal ini dapat dioptimalkan dengan baik, emiten-emiten tersebut memiliki peluang besar untuk meraih pertumbuhan kinerja top line (pendapatan) dan bottom line (laba bersih) yang signifikan. Nafan juga menambahkan bahwa emiten yang memiliki spesialisasi dalam produksi logam mulia berpotensi melakukan impor bahan baku jika permintaan dari pelanggan melonjak. Langkah ini dinilai masih wajar, meskipun dapat memicu peningkatan biaya pengeluaran. “Selama emiten bisa memaksimalkan penjualannya, impor tersebut tidak jadi masalah,” ujar Nafan, Selasa (17/6).
Senada dengan Nafan, Ekky Topan memandang penguatan harga emas akan memacu emiten untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Beberapa emiten emas bahkan sedang dalam fase ekspansi kapasitas dan volume produksi. Namun demikian, realisasi percepatan produksi ini sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur tambang, kapasitas smelter, serta efisiensi rantai distribusi. Oleh karena itu, meskipun harga emas melonjak tajam, kinerja emiten tidak serta-merta ikut melesat jika tanpa dukungan operasional yang memadai.
Kedua analis sepakat bahwa kenaikan harga emas bagaimanapun tidak akan terjadi secara terus-menerus. Apabila terjadi de-eskalasi konflik geopolitik, inflasi mereda, dan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kembali membuka ruang untuk penurunan suku bunga acuan, maka aksi profit taking kemungkinan besar akan terjadi pada komoditas emas. Jika skenario ini terwujud, harga emas akan mengalami koreksi yang pada akhirnya secara langsung akan menyeret saham-saham emiten emas untuk ikut melemah. Wajar saja, emiten yang berbasis komoditas pada dasarnya sangat sensitif terhadap siklus harga yang terjadi di pasar. “Reaksi pasar terhadap penurunan harga bisa jauh lebih cepat dan signifikan dibandingkan pergerakan komoditasnya itu sendiri,” imbuh Ekky.
Melihat tren teknikal saat ini, Ekky menyarankan investor untuk melirik beberapa saham emiten emas. Salah satunya adalah ANTM yang berada dalam posisi strong bullish dengan target harga jangka pendek di level Rp 3.600 per saham. Jika harga emas global terus menanjak, harga saham ANTM berpotensi menuju level Rp 4.000 per saham. Selain itu, saham MDKA juga berpeluang menguat ke level Rp 2.500 per saham, dengan skenario bullish lanjutan hingga level Rp 2.800–3.000 per saham jika tren kenaikan harga emas terus berlanjut. Ekky juga menganggap saham HRTA, BRMS, dan PSAB cukup menarik sebagai saham second liner yang bisa menjadi pilihan alternatif saat harga emas menguat.
Di lain pihak, Nafan merekomendasikan strategi add (menambah) untuk saham AMMN dan HRTA dengan target harga masing-masing di level Rp 9.950 per saham dan Rp 860 per saham. Saham BRMS juga direkomendasikan accumulative buy dengan target harga Rp 575 per saham. Sementara itu, rekomendasi maintain buy disematkan Nafan untuk saham MDKA dengan target harga Rp 2.310 per saham.
Tinggalkan Balasan