Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, akhirnya buka suara mengenai pengadaan 1,1 juta unit laptop berbasis sistem operasi Chrome atau Chromebook yang didistribusikan ke seluruh Indonesia. Pengadaan laptop ini, yang berlangsung saat Nadiem menjabat sebagai menteri, kini tengah menjadi sorotan Kejaksaan Agung (Kejagung) karena diduga melibatkan praktik korupsi.
Dalam jumpa pers di The Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Selasa (10/6), Nadiem menjelaskan bahwa keputusan pemilihan Chromebook didasari oleh kajian mendalam tim Kemendikbudristek. Ia menekankan bahwa faktor harga menjadi pertimbangan utama. “Tim di Kemendikbudristek melakukan kajian mengenai perbandingan antara Chromebook dan sistem operasi lainnya. Dan satu hal yang sangat jelas pada saat saya mencerna laporan ini adalah dari sisi harga, Chromebook itu kalau speknya sama selalu 10-30% lebih murah,” ungkap Nadiem.
Selain perangkat kerasnya yang lebih terjangkau, Nadiem juga menyoroti keuntungan dari sisi perangkat lunak. “Dan bukan hanya itu saja, sistem operasinya, Chrome OS, itu gratis. Sedangkan sistem operasi lainnya itu berbayar, dan bisa berbayar sampai Rp 1,5 sampai Rp 2,5 juta tambahan,” tambahnya. Efisiensi biaya ini disebut menjadi salah satu pendorong utama dalam pengadaan laptop ini.
Nadiem melanjutkan, penggunaan laptop Chromebook juga dinilai lebih mudah untuk diawasi, memberikan kemampuan bagi guru-guru untuk memantau aktivitas siswa. “Kontrol terhadap aplikasi yang bisa ada di dalam Chromebook-Chromebook ini untuk melindungi murid-murid dan guru-guru kita dari pornografi, judi daring, dan digunakan untuk gim, dan lain-lain. Itu bisa terjadi tanpa biaya tambahan lagi,” jelasnya. Beragam alasan inilah yang melandasi keputusan Nadiem untuk merealisasikan proyek pengadaan laptop Chromebook tersebut. Ia juga mengklarifikasi bahwa Chromebook dapat digunakan secara luring, meskipun dengan fitur yang terbatas.
Kasus Korupsi di Kemendikbudristek
Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah mengungkap awal mula kasus ini. Berdasarkan keterangan Kejagung, dugaan korupsi mencuat saat Kemendikbudristek pada tahun 2020 menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan di tingkat dasar, menengah, dan atas, guna mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Namun, ada catatan penting dari pengalaman sebelumnya. Uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom Kemendikbudristek pada tahun 2018-2019 telah menunjukkan berbagai kendala, salah satunya adalah ketergantungan Chromebook pada jaringan internet. Padahal, kondisi infrastruktur internet di Indonesia belum merata, sehingga penggunaan laptop Chromebook sebagai sarana AKM pada satuan pendidikan tidak berjalan efektif.
Berdasarkan pengalaman tersebut dan perbandingan dengan sistem operasi lain, Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek diduga kemudian mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang mengarahkan pada penggunaan spesifikasi sistem operasi Chrome atau Chromebook. Perubahan spesifikasi ini diduga tidak berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya.
Dari keterangan saksi dan alat bukti yang ditemukan, kuat dugaan telah terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat. Modus operandinya adalah mengarahkan Tim Teknis yang baru agar membuat kajian yang merekomendasikan penggunaan laptop Chromebook dalam pengadaan untuk AKM dan kegiatan belajar mengajar. Atas review pengadaan TIK ini, Kemendikbudristek menganggarkan kegiatan pengadaan bantuan TIK Tahun Anggaran 2020-2022 sebesar Rp 3.582.607.852.000 dan untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 6.399.877.689.000. “Sehingga jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp 9.982.485.541.000,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. Hingga saat ini, belum ada tersangka yang dijerat dalam perkara ini, dan jumlah pasti kerugian negara yang ditimbulkan masih dalam proses pendalaman penyidik.
Tinggalkan Balasan