s-telecharger.com Ketidakpastian dalam perekonomian global tetap membayangi, dipicu oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal antara Amerika Serikat (AS) serta ketegangan geopolitik yang masih bergejolak di kawasan Timur Tengah. Menyikapi kondisi ini, Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk mengoptimalkan strategi operasi moneter yang pro-pasar demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa berbagai indikator ekonomi menunjukkan dampak signifikan dari kebijakan tarif AS terhadap perlambatan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju seperti Eropa dan Jepang juga menunjukkan tren menurun, meskipun telah ditempuh kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter. Sementara itu, perekonomian Tiongkok mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor, terutama ke AS, di tengah melemahnya permintaan domestik. Berbeda halnya dengan ekonomi India yang diproyeksikan tumbuh positif, didorong oleh kuatnya investasi domestik. Dengan perkembangan tersebut, prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan tetap stabil di angka 3 persen.
Di sisi lain, tekanan inflasi di AS menunjukkan penurunan seiring dengan melambatnya perekonomian, meskipun terdapat kenaikan inflasi pada kelompok barang akibat kebijakan tarif. Kondisi ini semakin memperkuat ekspektasi penurunan Fed funds rate (FFR) ke depan. Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari AS menuju aset yang dianggap aman, serta ke aset keuangan pasar berkembang (emerging market), terus berlanjut. Hal ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS (USD) terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY). Perry memperkirakan ketidakpastian global akan tetap tinggi akibat negosiasi tarif yang masih berlangsung serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, sehingga memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons serta koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia memerlukan dorongan berkelanjutan. Kegiatan ekonomi pada triwulan II 2025 menunjukkan kinerja ekspor nonmigas yang membaik, dipengaruhi oleh strategi front loading ekspor ke AS sebagai respons antisipasi eksportir terhadap kebijakan tarif AS. Oleh karena itu, sumber pertumbuhan dari permintaan domestik, khususnya melalui konsumsi rumah tangga dan investasi, perlu ditingkatkan secara progresif. Dari sisi pemerintah, kebijakan fiskal diarahkan untuk mempercepat belanja melalui pemberian gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan subsidi transportasi, serta penebalan bantuan sosial bagi keluarga penerima manfaat (KPM). Bank sentral, melalui kebijakan moneternya, telah menurunkan suku bunga dan melonggarkan likuiditas, dibarengi dengan peningkatan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas. Dengan langkah-langkah ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan membaik pada semester II 2025, dan secara keseluruhan, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 berada pada kisaran 4,6 hingga 5,4 persen, sebagaimana disampaikan oleh Perry dalam paparan hasil rapat dewan gubernur (RDG) pada Rabu (18/6).
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menambahkan bahwa di tengah tingginya risiko ekonomi global, instrumen keuangan Indonesia tetap menawarkan imbal hasil (yield) yang menarik bagi investor. Hal ini tercermin dari peningkatan inflow pada bulan Juni, khususnya untuk Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai sekitar Rp 11 triliun. Meskipun outflow pada pasar saham masih terjadi, nilainya relatif kecil sekitar Rp 3 triliun. Untuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), tercatat outflow sebesar Rp 5 triliun. Namun, secara keseluruhan, inflow yang masuk ke SBN telah mencapai Rp 43,5 triliun, yang cukup signifikan menambah suplai valuta asing di pasar.
Peningkatan likuiditas ini juga terefleksi dari volume transaksi harian di pasar yang terus mengalami kenaikan. Pada April, rata-rata transaksi harian di pasar likuiditas sekitar Rp 5,76 triliun, namun pada 16 Juni, transaksi harian telah mencapai sekitar Rp 6,22 triliun. Kondisi positif ini menjadi salah satu faktor kunci yang menyebabkan rupiah menguat secara kuartalan sebesar 1,72 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, dengan pergerakan rupiah yang sejajar dengan pergerakan kelompok negara peers group. Destry menegaskan bahwa BI akan terus mengoptimalkan operasi pasar terbuka yang pro-pasar, selalu siap melakukan intervensi di pasar non-deliverable forward (NDF). Selain itu, secara domestik BI secara kontinu melakukan triple intervention di pasar DNDF, pasar spot, dan pasar SBN. Langkah-langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi stabilisasi pasar, tidak hanya untuk menjaga stabilitas rupiah tetapi juga untuk menambah likuiditas di pasar, yang terlihat dari pembelian SBN oleh BI yang mencapai Rp 124 triliun.
Tinggalkan Balasan