Airlangga Pantau Ketat Harga Minyak Dunia: Apa Dampaknya ke RI?

Airlangga Pantau Ketat Harga Minyak Dunia: Apa Dampaknya ke RI?

JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan fokus utamanya terhadap dinamika harga minyak global. Komoditas strategis ini menjadi sorotan utama mengingat dampaknya yang signifikan akibat eskalasi ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.

Menanggapi situasi tersebut, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa harga minyak saat ini masih berada di kisaran 72 dolar AS per barel. Pernyataan tersebut disampaikannya usai menghadiri acara resepsi anak Gubernur Jakarta, Pramono Anung, di Taman Suropati, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/6/2025). Meskipun demikian, ia memilih untuk belum memberikan komentar lebih jauh, menekankan perlunya terus memantau perkembangan situasi.

Dalam kesempatan yang sama, Airlangga Hartarto juga menyoroti peran krusial Selat Hormuz. Ia menjelaskan bahwa sekitar 30% dari total pasokan minyak dunia melewati jalur maritim strategis tersebut. Potensi gangguan pada jalur ini dikhawatirkan dapat berdampak signifikan, terutama bagi kawasan Asia Tenggara, mengingat Tiongkok merupakan salah satu pasar terbesar yang sangat bergantung pada pasokan melalui selat ini.

Kekhawatiran terhadap Selat Hormuz bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pada Minggu (22/6/2025), Parlemen Iran telah dilaporkan menyetujui penutupan selat tersebut untuk seluruh kegiatan pelayaran. Keputusan ini, sebagaimana diungkapkan oleh Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional di Parlemen Iran dan disiarkan oleh Iran Press TV, telah menimbulkan gejolak dan kekhawatiran di berbagai negara.

Sebagai salah satu jalur vital bagi lalu lintas pasokan minyak dunia, potensi penutupan Selat Hormuz berpotensi mengganggu penyaluran minyak dunia secara drastis. Dampak paling serius diperkirakan akan dirasakan oleh pasar-pasar utama seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan, yang pada tahun 2024 mengimpor sebagian besar minyak dan gas melalui jalur ini. Meskipun impor minyak Amerika Serikat melalui selat tersebut relatif kecil – hanya 7% dari total impor minyak dan 2% dari konsumsi minyak bumi cairnya – para ahli memperingatkan bahwa gangguan sekecil apa pun di Selat Hormuz dapat memicu gejolak luas pada pasar energi dan ekonomi internasional secara keseluruhan.

Meski demikian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa produksi minyak nasional atau lifting tidak secara langsung terdampak oleh konflik di Timur Tengah. Ia menjelaskan bahwa lifting lebih bergantung pada aktivitas eksplorasi dan produksi di dalam negeri, bukan pada kondisi geopolitik di luar.

Kendati demikian, pemerintah tetap berkomitmen untuk terus mencermati dan memantau setiap perkembangan situasi geopolitik serta dampaknya terhadap harga minyak global. Airlangga menekankan pentingnya menjaga kewaspadaan terhadap ketidakpastian dan perubahan yang tidak terduga dalam dinamika pasar global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *