Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, memenuhi panggilan penyidik Kortasipidkor Polri untuk memberikan keterangan terkait penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2015. Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu, 11 Juni 2025, di kantor Kortasipidkor.
Wakil Kepala Kortasipidkor, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, menjelaskan bahwa kehadiran Ahok adalah sebagai saksi dalam proses penyusunan APBD tahun 2015, saat ia masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hadir di Kantor Kortasipidkor Polri untuk diperiksa sebagai saksi terkait proses penyusunan APBD tahun 2015 saat ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,” ungkap Arief melalui keterangan pers.
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari petunjuk jaksa peneliti guna melengkapi berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan rumah susun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Kasus ini terjadi pada tahun anggaran 2015 dan 2016 di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Dalam proses pemeriksaan, Ahok memberikan penjelasan mendalam mengenai prosedur dan proses penyusunan APBD Murni dan Perubahan, termasuk penggunaan sistem *e-budgeting*. Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga menyoroti adanya ketidaksepakatan antara pemerintah provinsi dan DPRD DKI Jakarta dalam penyusunan anggaran tersebut. Dampak dari ketidaksepakatan ini adalah penggunaan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 160 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 untuk APBD Murni.
Lebih lanjut, Arief Adiharsa menyampaikan, “Saksi juga menyatakan tidak mengetahui detail pengadaan tanah dalam APBD Perubahan karena itu merupakan tanggung jawab SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait.”
Kasus dugaan korupsi pengukuran dan penjualan tanah untuk pembangunan rumah susun di Kelurahan Cengkareng ini sebenarnya sudah bergulir sejak Juni 2016, jauh sebelum Kortasipidkor terbentuk. Pihak kepolisian menduga adanya praktik suap dalam proyek tersebut yang melibatkan penyelenggara negara.
Hasil penyidikan menunjukkan potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 649 miliar. Kepala Kortasipidkor Polri, Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo, menambahkan bahwa penyidik telah menemukan dua alat bukti baru yang semakin memperkuat dugaan tindak pidana korupsi serta pencucian uang dalam proyek tersebut.
“Kami terus mengusut perkara ini dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi. Proses hukum akan terus berjalan dengan pemeriksaan terhadap saksi dan ahli, serta pengamanan sejumlah aset dalam kasus ini,” tegas Cahyono dalam keterangannya pada Selasa, 28 Januari 2025.
Penyidikan dugaan korupsi ini sendiri didasarkan pada Laporan Polisi Nomor LP/656/VI/2016/Bareskrim tanggal 27 Juni 2016. Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan dua orang sebagai tersangka.
“Penyidik komitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan penegakan hukum yang bersih dan akuntabel dalam setiap tahap penyidikan,” pungkas Cahyono, menegaskan komitmen Polri dalam menuntaskan kasus korupsi ini.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam artikel ini.