Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas melayangkan kecaman keras terhadap pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang secara tegas menampik adanya bukti kekerasan seksual dalam tragedi Peristiwa Mei 1998. Pernyataan tersebut dinilai tidak hanya sebagai bentuk pengaburan fakta sejarah yang berbahaya, tetapi juga merupakan pelecehan serius terhadap perjuangan panjang para korban untuk mendapatkan keadilan dan pengakuan.
Komentar Fadli Zon yang memicu gelombang protes itu disampaikan dalam sebuah wawancara di kanal YouTube pada 10 Juni 2025. Dalam kesempatan tersebut, ia secara terang-terangan menyebut insiden kekerasan seksual yang terjadi selama tragedi Mei 1998 hanyalah sebuah “rumor” belaka, serta menegaskan bahwa peristiwa tersebut “tidak tercatat dalam sejarah resmi.” Klaim ini segera membangkitkan kemarahan dari berbagai pihak.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis Sabtu (14/6/2025), koalisi menegaskan, “Pernyataan ini secara langsung mencederai kerja keras Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komnas HAM, sekaligus menyakiti hati para penyintas yang telah berani bersuara dan membagikan kesaksian mereka.” Kecaman ini menyoroti dampak mendalam pernyataan tersebut terhadap upaya pengungkapan kebenaran dan proses pemulihan korban yang masih berjalan.
Fakta-fakta yang telah diungkap oleh lembaga resmi berbanding terbalik dengan klaim Fadli Zon. Laporan TGPF pada tahun 1998 secara gamblang mencatat setidaknya 85 korban kekerasan seksual di berbagai kota, termasuk insiden perkosaan massal yang menimpa perempuan etnis Tionghoa. Lebih lanjut, Komnas Perempuan bahkan menggarisbawahi bahwa kekerasan tersebut terjadi secara sistematis dan secara spesifik menargetkan kelompok etnis tertentu, menegaskan adanya pola dan tujuan di balik kejahatan tersebut yang tidak bisa diabaikan.
Menyikapi hal ini, koalisi mendesak Fadli Zon untuk segera mencabut pernyataannya, meminta maaf secara terbuka kepada publik dan para korban, serta menghentikan segala upaya revisi sejarah yang berpotensi menghapus fakta pelanggaran HAM berat di masa lalu. Tak hanya itu, mereka juga dengan tegas menolak pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Penolakan ini didasari kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan wewenang dan otoritas yang dapat terjadi jika individu dengan pandangan yang meremehkan fakta sejarah menduduki posisi strategis tersebut.
“Menghapus fakta sejarah yang telah terbukti adalah sebuah bentuk pengkhianatan terhadap para korban dan perjuangan gigih mereka,” demikian bunyi keterangan yang sama. Koalisi menambahkan bahwa pernyataan Fadli Zon secara terang-terangan mencerminkan “upaya sistematis untuk menghilangkan jejak-jejak pelanggaran HAM di masa Orde Baru,” sebuah tindakan yang dapat menghambat proses keadilan dan rekonsiliasi nasional yang telah lama diperjuangkan.
Baca juga:
- Fadli Zon Klaim Pemerkosaan Massal 1998 Tak Ada Buktinya
- Amnesty: Ujaran Fadli Zon soal Pemerkosaan 1998 Tak Kredibel
Tinggalkan Balasan