s-telecharger.com JAKARTA. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) tetap mengambil langkah konservatif dalam menghadapi dinamika industri properti sepanjang tahun 2025. Strategi kehati-hatian ini terlihat dari capaian marketing sales perseroan di kuartal I 2025 yang mencapai Rp 3,15 triliun, atau setara 29% dari target marketing sales yang telah ditetapkan.
Aditya Ciputra Sastrawinata, Head of Investor Relations CTRA, menjelaskan bahwa target marketing sales perseroan untuk tahun 2025 memang ditetapkan secara konservatif, yakni sebesar Rp 11 triliun. Angka ini sejalan dengan pencapaian marketing sales CTRA di tahun 2024. “Ini sama dengan capaian marketing sales kami di tahun 2024,” ujarnya dalam Public Expose CTRA Buku Tahun 2024 yang diselenggarakan pada Selasa (17/6).
Rincian kontribusi marketing sales per kuartal I 2025 menunjukkan dominasi proyek kerja sama operasi (JO) sebesar Rp 2,19 triliun, sementara proyek yang dikembangkan sendiri menyumbang Rp 1,12 triliun. Selama periode tersebut, CTRA meluncurkan empat proyek baru yang memberikan kontribusi signifikan. Di antaranya adalah Klaster Calamus di CitraGarden Bintaro, yang berhasil menyumbang Rp 358 miliar dari penjualan 184 unit. Klaster Gavius Garden House di CitraGarden Serpong juga menunjukkan kinerja positif dengan Rp 103 miliar dari 67 unit terjual. Sementara itu, Klaster Dempsey Hill Tahap 2 di CitraLand Surabaya berkontribusi Rp 75 miliar dari 26 unit, dan proyek-proyek lainnya menyumbang Rp 183 miliar dari penjualan 108 unit.
Dari segi produk, hunian berupa rumah dan kavling tanah masih menjadi primadona, menyumbang 91% dari total marketing sales kuartal I 2025. Disusul ruko dengan 7%, apartemen 2%, dan kantor 1%. Pola pembayaran juga didominasi oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang mencapai 72%, diikuti pembayaran kas 19%, dan tunai bertahap 9%. Adapun unit properti dengan harga Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar menjadi kontributor terbesar, menyumbang 44% dari total marketing sales di periode tersebut.
Namun, capaian marketing sales CTRA di kuartal I 2025 ini tercatat sedikit menurun 5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp 3,32 triliun. Penurunan ini, menurut Aditya, disebabkan oleh beberapa faktor. “Ini karena ada rilis proyek baru di tahun lalu dan kuartal I 2025 yang bersamaan dengan bulan Ramadan,” ungkapnya.
CTRA menghadapi dua tantangan utama yang diprediksi akan mewarnai tahun 2025. Tantangan pertama adalah fluktuasi suku bunga KPR. Mengingat 72% pembeli properti CTRA mengandalkan KPR, stabilitas suku bunga sangat krusial. Aditya menyoroti kondisi likuiditas perbankan saat ini, di mana loan to deposit ratio (LDR) sudah sangat tinggi, bahkan secara agregat melebihi 90%. Kondisi ini membatasi ruang bagi beberapa bank untuk menurunkan suku bunga KPR mereka. Ia menambahkan bahwa per Juni 2025, beberapa bank besar justru menaikkan suku bunga KPR, meski dalam nominal yang tidak besar. Sebagai contoh, Bank BCA telah menaikkan suku bunga 25-40 basis poin pada Februari dan kembali menaikkan 37 basis poin pada Juni. Jika diakumulasikan, kenaikan ini berpotensi memberikan dampak signifikan bagi konsumen, dan pada akhirnya, terasa pada capaian marketing sales CTRA. “Itu adalah alasan pertama kenapa kita menargetkan sesuatu target yang lebih konservatif dibanding tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya.
Tantangan kedua yang dihadapi CTRA adalah pencarian proyek baru. Meskipun perseroan tengah menjajaki lima negosiasi proyek kerja sama operasi (JO), Aditya pesimis proyek-proyek tersebut dapat rampung dan mulai berkontribusi pada presales di tahun 2025. “Secara waktu, kemungkinan besar kelima proyek tersebut tidak akan selesai di tahun 2025,” paparnya. Oleh karena itu, CTRA di tahun ini akan sangat bergantung pada proyek-proyek yang sudah ada.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, turut menyoroti bahwa sektor properti secara umum masih dibayangi tantangan seperti melemahnya daya beli masyarakat dan tingginya suku bunga Bank Indonesia (BI). Ia menambahkan, “Kinerja marketing sales emiten berbasis properti juga masih belum memenuhi ekspektasi,” ujarnya kepada Kontan pada Selasa (17/5).
Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dapat menjadi penopang kinerja CTRA. Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi salah satunya. Pada kuartal I lalu, sebesar Rp 1,4 triliun marketing sales CTRA berasal dari PPN DTP, sementara Rp 1,75 triliun dari penjualan reguler. Agar dapat memaksimalkan insentif ini, CTRA perlu membangun dan menyiapkan lebih banyak stok aset hunian yang siap serah terima, mengingat PPN DTP baru bisa diaplikasikan pada unit yang sudah jadi. Selain itu, harapan akan penurunan suku bunga KPR masih terbuka, terutama setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya pada bulan Mei.
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, optimis bahwa CTRA masih memiliki prospek yang baik di tahun 2025. Ia menilai permintaan properti residensial tetap relatif tinggi, dan potensi penurunan suku bunga acuan ke depannya dapat menjadi angin segar bagi pembiayaan properti. Saham CTRA juga dinilai masih undervalued dengan rasio price to earning (PER) di level 6,95x. Indy merekomendasikan ‘beli’ untuk saham CTRA dengan target harga Rp 1.200 per saham.
Senada, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengamati pergerakan saham CTRA dengan level support di Rp 955 per saham dan resistance di Rp 1.010 per saham. Herditya merekomendasikan strategi ‘buy if break‘ untuk CTRA, dengan target harga antara Rp 1.040 hingga Rp 1.090 per saham.
Tinggalkan Balasan